NTAP-IRARTCASE Oleh Himashi dan KSNT: Beda Penulis, Beda Proses Kreatif




NTAP-IRARTCASE OLEH HIMASHI DAN KSNT
BEDA PENULIS, BEDA PROSES KREATIF 


Oleh Syukri Ananda
(Koordinator KSO Himashi Unand)




Siapa menulis untuk apa. Siapa menulis dengan cara apa. Nyatanya, setiap orang yang menulis punya cara masing-masing saat menumpahkan is kepala yang berupa deretan kata itu ke halaman pengetikan atau lemabaran kertas. Bila tahap itu bisa disebut proses kreatif, maka baik pula ditengok seperti apa proses-proses itu berlaku. Siapa tahu bisa jadi bahan masukan, bahan perbandingan, atau sekedar bahan untuk dibaca lalu dilupakan.

Bekerja sama dengan dengan Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT), Himpunan Mahasiswa Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unand (HIMASHI) memanfaatkan ruang diskusi umum yang menjadi salah satu program pembuka di KSNT di awal 2019. Apalagi kalau bukan Nan Tumpah Akhir Pekan (NTAP).

Minggu, 24 Februari 2019 lalu, mulai pukul 09.00 sampai 14.30 WIB di Nan Tumpah Arena, Korong Kasai, Kabupaten Padang Pariaman, HIMASHI menggelar IrartCase“Proses Kratif Penulisan Puisi, Cerita Pendek, dan Jurnalistik”. Kegiatan ini digelar demi menjawab tingginya minat mahasiswa HI Unand terhadap dunia kepenulisan.



Direktur KSNT, Mahatma Muhammad dalam sambutannya, NTAP memang ditujukan sebagai ruang diskusi publik yang terbuka bagi siapa saja. NTAP, adalah wujud kepedulian KSNT terhadap pentingnya keberadaan ruang diskusi publik, terutama seputar seni dan literasi, yang kian hari kian tiarap di banyak tempat.




“Bersyukur dalam kesempatan ini kita dapat menggelar NTAP bersama rekan-rekan dari Jurusan HI Fisip Unand. Kehadiran tiga pemateri dengan latar belakang dan proses kreatif penulisan yang berbeda-beda ini, akan didapatkan banyak pengetahuan yang berguna bagi peserta yang juga tengah berproses untuk menghasilkan karya,” kata Mahatma.

Sementara itu, Ketua HIMASHI, Rakha Surya Lesmana menyebutkan, IRartCase dalam ruang NTAP memeng diajukan sebagai media untuk berinteraksi antar kedua lembaga. “Kami tentu berharap ini bukan kesempatan pertama. Ke depan, banyak lagi agenda yang bisa HIMASHI kolaborasi dengan Nan Tumpah,” sebutnya.

IRartCase kali ini memang fokus dalam mengulik cara-cara kreatif yang ditempuh oleh para penulis dalam menghasilkan ragam bentuk tulisan. Tiga pemantik atau pemateri diskusi dalam kesempatan ini antara lain, Alizar Tanjung, Karta Kusumah, dan Juli Ishaq Putra. Ketiganya memiliki latar belakang dan ruang kepenulisan yang berbeda satu sama lain, sehingga diskusi pun terbagi menjadi tiga sesi.



Pada sesi pertama, novelis, cerpenis, dan penyair Alizar Tanjung berbagi cerita soal proses kreatifnya dalam menulis puisi. Ia mengatakan, proses kreatifnya dibangun dengan terus memperbanyak referensi dan bacaan, sembari menemukan sendiri kekhasan tulisan yang dihasilkan, serta merawat kegigihan dalam diri.

“Puisi yang unik dan diikat dengan diksi yang baik pula adalah kejaran dari proses menulis puisi. Puisi tidak selalu harus membingungkan. Puisi bisa ditulis dari keresahan-keresahan kecil yang ada disekitar penulis. Dan jangan mengira proses kreatif menulis puisi itu akan sebentar untuk menemukan diri sendiri,” kata Alizar.



Pada sesi kedua, peserta diskusi disuguhi materi seputar seluk beluk dan proses produksi tulisan berita oleh Juli Ishaq Putra,wartawan Harian Haluan yang saat ini menjadi redaktur Halaman Utama Harian Haluan setiap hari kecuali Sabtu serta Halaman Budaya Haluan yang terbit setiap akhir pekan.



“Meski kadang tujuannya tampak sama dan sumber informasinya terlihat serupa. Patut diingat bahwa menulis berita bukanlah menulis fiksi. Menulis berita adalah menulis data dan fakta sesuai dengan kebutuhan pembaca. Tidak ada renungan dalam dan khayalan dalam proses kreatifnya, yang ada hanya proses liputan dan konfirmasi. Jika ada unsur khayalan dalam berita, sama halnya dengan memproduksi hoaks,” kata Ishaq.



Pada sesi terakhir sekaligus penutup agenda diskusi, Cerpenis Karta Kusumah berbagi hal yang ia temukan selama proses kreatifnya menulis prosa. Ia mengaku banyak bergantung kepada imajinasi dan kenyataan-kenyataan yang berpendar disekitar hari-harinya. Khususnya tentang para teman yang kerap ia adopsi sebagai tokoh dalam banyak cerpennya, yang telah terangkum dalam kumcer Panduan Membunuh Masa Lalu, yang tengah dialihbahasakan oleh Lontar Foundation untuk mengikuti London Book Fair tahun ini.

“Tentang apa yang saya senangi untuk saya tulis, maka itu saya tulis. Ketika nyaman hilang, saya tidak akan memaksakan diri untuk menulis,” sebut Karta.




Catatan: Pernah dipublikasikan di Harian Haluan, Minggu, 3 Maret 2019

Post a Comment

0 Comments