Sanggar Teater Senyawa Bawa Pelukis dan Wanita ke Rumah Nan Tumpah


Sanggar Teater Senyawa Bawa Pelukis dan Wanita ke Rumah Nan Tumpah


Sanggar Teater Senyawa yang berdomisili di Curup akan membawa “Pelukis dan Wanita” pada 7 Desember 2019 ke sekretariat Komunitas Seni Nan Tumpah. “Pelukis dan Wanita” adalah produksi teater Sanggar Teater Senyawa yang digarap oleh Adhyra Pratama Irianto selaku penulis naskah dan sutradara.

Pertunjukan yang telah dipentaskan di Jambi, Curup, dan Pekanbaru dalam rangkaian program Tur Sumatera 2019-2020 Sanggar Teater Senyawa, kali ini akan dipentaskan di Nan Tumpah Arena, Sekretariat Komunitas Seni Nan Tumpah, di dalam program Ke Rumah Nan Tumpah 7.

Manajer Produksi Komunitas Seni Nan Tumpah, mengatakan, “Kami (KSNT) sudah mengetahui bahwa Sanggar Teater Senyawa sedang melakukan tur pementasan teater pada tahun 2019 ini, ketika kemudian teman-teman Sanggar Teater Senyawa mengatakan berencana mementaskan pertunjukan ini di sekretariat Komunitas Seni Nan Tumpah, kami menyambut baik rencana tersebut. Kebetulan, kami masih menyisakan satu program berjalan yang akan menjadi penutup program Komunitas Seni Nan Tumpah tahun 2019, Ke Rumah Nan Tumpah, dan kami rasa kegiatan ini sejalan dengan tujuan program tersebut.”




Adhyra, penulis naskah dan sutradara “Pelukis dan Wanita”, menjelaskan bahwa naskah pertunjukan ini mulanya ditulis pada tahun 2006, direvisi lima kali pada 2014-2018 dengan dibantu oleh Diah Irawati, Ikhsan Irianto, serta masukan dari beberapa senior seperti Iswadi Pratama, dll. “Pelukis dan Wanita” merupakan respon jujur penulis dan kegelisahannya atas apa yang terjadi di sekitar.

Selanjutnya, ia menjelaskan, “Rangkaian program tur Sumatera yang kami lakukan kali ini adalah dalam rangka memperingati usia sewindu Teater Senyawa, sehingga kami merasa dengan usia ini kami perlu memperluas jangkauan khalayak penonton karya kami.”


Sinopsis Pelukis dan Wanita

Hidup adalah serangkaian "kebiasaan dan rutinitas". Hubungan sosial, terutama di era teknologi semacam ini, hanyalah sebuah ilusi. Lingkaran rutinitas hanya akan memberi ruang pekat bahkan miniaturisasi, - sialnya, kita akan melangkah satu per satu menuju itu- dan menjauh dari pencarian jati diri. Pencarian atas pertanyaan paling mendasar bagi manusia sejak batu masih menjadi dewa; "who am I".

Bagaimana dengan menunggu? Menunggu adalah merasakan tindak waktu secara pasif, -yang membuatnya menjadi terasa begitu terasa- (sedangkan melakukan sesuatu, juga berarti merasakan tindak waktu secara aktif). Satu hal yang khas bagi manusia ketika bicara waktu adalah bicara tentang menunggu. Hidup hanya menunggu (yang berisi serangkaian kebiasaan dan rutinitas).

Tujuan yang ditunggu adalah "harapan". Entah itu datang ketika masih menghirup nafas, atau mungkin datang setelah kematian. Maka harapan yang menjadi representasi tujuan, muara akhir dari "menunggu". Tak ada satupun manusia yang bisa berlari dari jam dan hari (waktu). Tidak ada istilah hari kemarin, hari ini atau besok, lusa dan seterusnya. Tidak ada tonggak sejarah, karena kemarin hanya waktu yang sudah (atau mungkin belum) kita kalahkan dan mendeformasi kita dari hari ke hari. Hari ini adalah waktu yang menjelma menjadi lawan berkelahi dan besok adalah calon lawan yang siap menantang kita berkelahi kembali. Tidak ada hari tanpa perkelahian melawan waktu, dan begitulah yang akan terus terjadi.



Manusia tidak pernah berencana menyesalkan waktu yang akan datang, hanya selalu terlambat menyadari ketika waktu telah berlalu. Mungkin ada perkelahian yang belum ia menangkan. Sedangkan perkelahian yang baru telah menunggu di hari ini dan esok.

Maka, akan baik bagi seseorang untuk menikmati kesunyian, melanggar dan melawan rutinitas dan kebiasaan yang telah menjadi penyakit waktu. Kesunyian memberi ruang kontemplasi, sekaligus meditasi. Tapi, apakah itu mengeluarkan ia dari labirin waktu? Entahlah, tapi tetap saja tidak ada kemungkinan untuk itu.

Bagaimana bila harapan itu menjadi labirin baru? Lebih memuakkan dari labirin waktu?


Tim Produksi

Pimpinan Produksi: Iman Kurniawan

Tim Produksi: Aditya Kharisma, Devra Kurnia Sandi

Sutradara: Adhyra Pratama Irianto

Dramaturg: Ikhsan Satria Irianto

Analis & Pencatat Adegan: Diah Irawati

Penata Artistik: Deni Kurniawan

Penata Kostum/Make up: Hilwa Wardatul Jannah

Penata Musik: Herdito Sumantri

Kru panggung: Puteri, Sandi

Produksi Teater Senyawa 2019 - 2020: Senyawa Tur Sumatera

Post a Comment

0 Comments