Simulasi Bencana Pendidikan serta Nan Tumpah Masuk Sekolah 2019


Simulasi Bencana Pendidikan

serta Nan Tumpah Masuk Sekolah 2019


Laporan Karta Kusumah
(Sekretaris Komunitas Seni Nan Tumpah)



PADA 26-27 APRIL 2019, Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT) menggelar pertunjukan teater Simulasi Bencana Pendidikan di 3 (tiga) sekolah menengah atas di Kota Pariaman, Sumatera Barat, tepatnya di SMA N 2 Pariaman, SMA N 1 Pariaman, dan SMK N 3 Pariaman. Pertunjukan yang ditulis dan disutradarai oleh Fajry Chaniago dan Yunisa Dwiranda ini digelar sebagai bagian dari program Nan Tumpah Masuk Sekolah (NTMS) 2019.

Sebelum dipentaskan di tiga sekolah yang sudah disebutkan di atas, Simulasi Bencana Pendidikan sudah pernah berulangkali dipentaskan. Pada tahun 2014, dalam rangkaian perayaan Hari Teater Dunia, pertunjukan ini dipentaskan di SMA N 2 Padang dan pada 2015, kembali dipentaskan di Teater Utama Taman Budaya Sumatera Barat, SMA N 1 Lubuk Alung, SMA/SMK YDB Lubuk Alung, SMA INS Kayutanam, dan SMK N 1 Parikmalintang, dalam program Nan Tumpah Masuk Sekolah 2015.

Fajry Chaniago, penulis naskah sekaligus sutradara Simulasi Bencana Pendidikan, menuturkan bahwa proses lahirnya pertunjukan ini sedikit berbeda dari garapan teater KSNT lainnya. “Biasanya,” tutur Fajry, “Garapan-garapan teater KSNT sampai dengan tahun 2014 selalu berawal dari teks lakon atau naskah, baru kemudian digarap sesuai dengan konsep sutradara. Simulasi Bencana Pendidikan ini terbalik; pertunjukan lahir lebih dahulu, baru kemudian naskah dituliskan.”

Simulasi Bencana Pendidikan awalnya digarap berdasarkan garis besar konsep dari sutradara yang diserahkan kepada para pemain dan kemudian pemain berimprovisasi. Improvisasi laku dan dialog inilah yang kemudian dipilah, dipilih, disepakati, dan kemudian ditetapkan untuk digunakan dalam pertunjukan. “Pada 2015, untuk kebutuhan NTMS 2015, barulah kemudian saya menuliskan teks lakon pertunjukan ini dengan menambahkan, mengurangi, dan memadatkan isu yang ada agar lebih bisa sesuai dengan konteks persoalan yang terjadi pada tahun tersebut,” tambah Fajry.


Untuk garapan pada tahun ini, Fajry Chaniago dibantu oleh Yunisa Dwiranda dalam penyuntingan naskah lakon dan penggarapan pertunjukan. Yunisa menjelaskan, “Awalnya, Fajry meminta untuk melakukan pembacaan ulang terhadap teks lakon dan kemudian melakukan penyuntingan. Namun karena banyaknya perkembangan persoalan yang relevan yang terjadi dalam rentang empat tahun sejak pertunjukan ini dipentaskan terakhir kali, penyuntingan teks lakon jadi sangat dominan. Lebih dari 40 persen. Sebab itu, Fajry kemudian menawarkan bagaimana kalau pertunjukan ini disutradarai berdua saja, dan saya menerima.”

Simulasi Bencana Pendidikan menyoroti banyak persoalan yang kemudian disederhanakan melalui tiga bentuk “peristiwa kecil” yang kerap terjadi di sekolah menengah atas, yaitu pelaksanaan upacara yang tidak tertib, kegiatan siswa menyontek, dan cabut pada jam pelajaran. “Tiga peristiwa tersebut hanya menjadi pintu masuk bagi kami untuk berbicara tentang lebih banyak hal,” ujar Fajry. “Seperti misalnya, mengapa cara bersikap siswa kepada guru yang tidak pada tempatnya menjadi semakin banyak; mengapa siswa menjadi lebih gampang bosan berada di kelas; mengapa penggunaan internet di kalangan siswa menjadi banyak yang tidak tepat guna. Pertunjukan ini menghadirkan pertanyaan-pertanyaan semacam itu dengan harapan dapat mengajak penonton untuk mencari jawabannya bersama.”

Sementara itu, Yunisa menjelaskan, “Yang kuanggap sebagai bencana pendidikan itu sebenarnya bagaimana pendidikan beberapa generasi terakhir gagal untuk menghasilkan didikan yang sebenarnya karena pergantian peraturan (kurikulum), kewajiban guru yang semakin bertambah, dan lain-lain, yang hasilnya siswa menjadi tidak suka berada di sekolah, memikirkan segala cara untuk tidak belajar, dan memikirkn cara pintas untuk memperoleh nilai yang tinggi. Di dalam pertunjukan, hal tersebut disampaikan melalui beberapa bagian di adegan awal, yaitu ketika siswa berteriak: gempa kurikulum, badai kekerasan, banjir ujian, erosi akhlak, dan lain-lain.”

Sejak dipentaskan pertama kali pada 2014, Simulasi Bencana Pendidikan telah terjadi beberapa kali penggantian pemain. Kali ini, pertunjukan ini diperankan oleh Nurul Fazira, Mhd. Rizki Asrul, Srikandi Putri, Tenku Raja Ganesha, Desi Fitriana, Emilia Dwi Cahya, Syukri Ananda, dan Yunisa Dwiranda dan Fajry Chaniago, yang juga merupakan penulis naskah dan sutradara.

Pertunjukan yang berdurasi 40 (empat puluh) menit ini, pada tahun ini, dipentaskan selama 2 (dua) hari di 3 (tiga) tempat yang berbeda, yaitu hari pertama di SMA N 2 Pariaman pada pukul 08.00 WIB dan di SMA N 1 Pariaman pada pukul 10.00 WIB, serta di SMK N 3 Pariaman pada hari kedua.



Hari Pertama

PEGELARAN PERTAMA Simulasi Bencana Pendidikan diselenggarakan di depan aula SMA N 2 Pariaman. Awalnya, pertunjukan direncanakan untuk berlangsung di lapangan SMA N 2 Pariaman, namun karena pagi itu hujan baru saja reda, kondisi lapangan menjadi tidak kondusif, sebab itu pertunjukan dipindahkan untuk berlangsung di depan aula. Fajry menyebutkan, “Pertunjukan ini fleksibel, sudah sengaja dipersiapkan untuk bisa dipentaskan di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Sebab itu, ketika kondisi lapangan yang awalnya dijadikan lokasi pementasan tidak mendukung, pertunjukan ini kami langsungkan saja di depan aula.”

Pertunjukan di SMA N 2 Pariaman tersebut disaksikan oleh sebagian besar dari siswa kelas X dan kelas XI, guru-guru, dan kepala sekolah. Penonton berada di tiga sisi area pemanggungan; di sisi depan, sisi kiri, dan sisi kanan. Jarak antara penonton dengan batas area permainan tidak lebih dari satu meter dan itu membuat area terasa demikian padat. Pertunjukan berlangsung diselingi tawa para siswa di beberapa bagian yang terasa lucu atau menyentil mereka.

“Pertunjukan dilangsungkan di depan aula dan bukan di dalam aula itu sengaja agar pertunjukan ini bisa disaksikan oleh lebih banyak penonton. Sebab jika di dalam aula, tidak muat oleh penonton. Dan karena jarak antara penonton dan area panggung sangat dekat, ini membuat antara pemain dan penonton terasa lebih akrab,” kata Fajry.

Simulasi Bencana Pendidikan selesai dipentaskan di SMA N 2 Pariaman sekitar pukul 09.00 WIB dan para pendukung pertunjukan segera bergegas untuk mempersiapkan pertunjukan selanjutnya di SMA N 1 Pariaman.

Sekira pukul 09.45 WIB rombongan KSNT sudah berada di SMA N 1 Pariaman. Tidak berbeda jauh dengan kondisi yang terjadi di SMA N 2 Pariaman; pertunjukan yang awalnya akan diselenggarakan di lapangan sekolah, dialihkan ke lokasi lain, ke dalam ruangan.

Pertunjukan di SMA N 1 Pariaman diadakan di dalam tiga kelas yang berada di lantai 2 (dua). Sekat antara masing-masing kelas dibuka, sehingga ruang pertunjukan menjadi lebih lapang; bangku-bangku kelas disusun di dua kelas bagian belakang, dan kelas di bagian paling depan dikosongkan untuk area pertunjukan. Berbeda dengan di SMA N 2 Pariaman yang penonton berada di tiga sisi panggung, di SMA N 1 Pariaman penonton berada di satu sisi panggung, yaitu di sisi depan panggung; selayaknya panggung prosenium. Setelah persiapan area pertunjukan, area penonton, dan penyusunan beberapa dekorasi panggung sederhana, pertunjukan dimulai sekitar pukul 10.15 WIB.

Perbedaan bentuk pemanggungan ini dinilai Yunisa cukup berpengaruh terhadap pertunjukan secara keseluruhan, pertama bagi penonton, itu sedikit menyulitkan karena penonton berada dari satu arah sudut pandang, namun tidak ada perbedaan level (ketinggian) tempat duduk, sehingga penonton di bagian tengah belakang terpaksa harus bersiasat agar bisa menyaksikan dengan nyaman. Sebab itu, akhirnya ada juga penonton yang memilih untuk menyaksikan dari luar kelas melalui kaca jendela kelas. Namun, bagi pemain itu sedikit memudahkan, terutama bagi dua peran janang (pencerita) yang diperankan Yunisa dan Fajry.

Yunisa menjelaskan, “Aku di pertunjukan ini berperan sebagai janang (pencerita) dan itu mengharuskan aku untuk sebisa mungkin berinteraksi dengan penonton. Dan kondisi panggung yang fokus kepada satu arah ini memudahkanku untuk lebih banyak berinteraksi dengan penonton.”

Pertunjukan di SMA N 1 Pariaman selesai sekitar pukul 11.00 WIB dan para pendukung pertunjukan segera berkemas untuk kembali ke sekretariat dan mempersiapkan pertunjukan pada hari selanjutnya.

Viona Putri Nurhadi, salah seorang siswa SMA N 1 Pariaman, mengatakan bahwa walaupun (pertunjukan tersebut) banyak adegan lucunya, namun sangat banyak pelajaran yang bisa diambil.


Hari Kedua

Pertunjukan ketiga Simulasi Bencana Pendidikan berlangsung di SMK N 3 Pariaman dan direncanakan akan digelar pada pukul 10.00 WIB. Namun, pada saat rombongan KSNT tiba di lokasi, hujan deras disertai angin kencang sedang turun. Sehingga, pertunjukan mesti ditunda sampai dengan hujan reda sekitar pukul 11.00 WIB dan lagi-lagi dilaksanakan di dalam ruangan karena kondisi lapangan tidak kondusif. Pertunjukan tersebut dilaksanakan di aula yang berbentuk seperti kapal; atau biasa disebut ruangan kapal.

Sama seperti di SMA N 1 Pariaman, bentuk pemanggunan terdiri dari satu sudut pandang penonton; dengan bangku-bangku yang disusun sebagai area penonton dan area di sisi lainnya sebagai panggung permainan. Penonton di SMK N 3 Pariaman tidak seramai di SMA N 2 Pariaman dan SMA N 1 Pariaman karena pada saat itu bertepatan dengan beberapa kelas yang sedang melangsungkan ujian. Pertunjukan berlangsung lancar sampai dengan sekitar pukul 12.00 WIB. Setelah berkemas dan berfoto bersama beberapa siswa dan guru-guru SMK N 3 Pariaman, anggota KSNT segera bergerak ke SMA N 1 Pariaman.

Selain melangsungkan pertunjukan Simulasi Bencana Pendidikan, agenda pada hari kedua NTMS 2019 juga diisi dengan pelatihan dasar-dasar teater. Pelatihan ini diikuti oleh masing-masing 10 (sepuluh) orang siswa dari tiga sekolah yang sudah menjadi sekolah tujuan berlangsungnya pertunjukan dan dilaksanakan di SMA N 1 Pariaman; di ruangan yang sama tempat dilaksanakannya pertunjukan Simulasi Bencana Pendidikan.

Pelatihan dasar-dasar teater dimulai pada pukul 13.00 WIB dan diawali dengan pelatihan olah tubuh, olah rasa, dan olah vokal yang diberikan oleh Tenku Raja Ganesha, anggota KSNT yang juga salah seorang pemain dalam Simulasi Bencana Pendidikan. Setelah usai pada pukul 13.45 WIB, pelatihan dilanjutkan dengan pelatihan penciptaan ide pertunjukan oleh Karta Kusumah. Pelatihan penciptaan ide pertunjukan ini diharapkan akan bisa diakomodir dalam penciptaan pertunjukan sederhana yang akan ada di akhir pelatihan nantinya. Ide-ide kecil yang bisa diciptakan dalam pelatihan ini nantinya dikembangkan sesuai dengan pelatihan-pelatihan yang akan diberikan pada sesi selanjutnya.

Pelatihan bersama Karta Kusumah selesai pada pukul 14.30 WIB dan segera disambung oleh Fajry Chaniago yang memberikan pelatihan tentang dasar-dasar penciptaan pertunjukan; seperti penataan plot cerita, pembagian penokohan dan penataan pemeranan, tata panggung sederhana, dan lain-lain. Seperti juga dua pelatihan lainnya, pelatihan ini masih berhubungan dengan pengembangan untuk kebutuhan pertunjukan sederhana yang akan digarap para peserta untuk sesi terakhir pelatihan.


Pada pukul 15.15 WIB, pelatihan bersama Fajry Chaniago usai dan para peserta kemudian dibagi ke dalam 4 (empat) kelompok. Empat kelompok inilah yang nantinya akan menggarap pertunjukan sederhana yang akan dipresentasikan pada akhir sesi pelatihan. Masing-masing kelompok ini didampingi oleh mentor dari anggota KSNT. Kelompok pertama didampingi oleh Emilia Dwi Cahya, kelompok kedua didampingi oleh Desi Fitriana, kelompok ketiga didampingi oleh Srikandi Putri, dan kelompok keempat didampingi oleh Mhd. Rizki Asrul. Pendampingan ini dimaksudkan untuk menjabarkan materi secara lebih mendalam dan juga menjadi tempat diskusi bagi para peserta terhadap isi cerita dan bentuk-bentuk artistik yang dipilih.

Setelah berlangsung selama kurang lebih 2 (dua) jam, pelatihan selesai dan menghasilkan 4 (empat) pertunjukan yang masing-masingnya berjudul: Bukan Malin Biasa, Diskusi bersama Ibu Kos, Palak yang Terpalak, dan Kapok. Empat pertunjukan ini masing-masing berdurasi tidak lebih dari 15 (lima belas) menit. Empat penampilan dari pertunjukan yang digarap oleh para peserta pelatihan dasar-dasar teater tersebut menjadi penutup program NTMS 2019.

Terkait dengan pelatihan yang diberikan, Kamiliya Zahra Alamsyah, siswa SMA N 1 Pariaman, berkomentar, “Inilah salah satu langkah awal memperkenalkan teater dengan cara yang nggak membosankan.”


Nan Tumpah Masuk Sekolah 2019

NAN TUMPAH MASUK SEKOLAH (NTMS) adalah program tahunan yang dilaksanakan oleh Komunitas Seni Nan Tumpah (KSNT) sejak tahun 2011. Bentuk kegiatan dari program ini berupa pelatihan seni pertunjukan yang diikuti oleh siswa sekolah terpilih dan produksi seni pertunjukan dari KSNT yang dibawa dan dipentaskan langsung di sekolah-sekolah menengah yang ada di Provinsi Sumatera Barat. NTMS digagas KSNT dengan tujuan memberikan pengetahuan dasar seni pertunjukan serta membangun apresiasi, iklim berkesenian, menjaring publik penonton baru dari kalangan muda usia, dan memperkuat karakter siswa.

Desi Fitriana, Manajer Produksi Komunitas Seni Nan Tumpah, menjelaskan, “Penyelenggaraan Nan Tumpah Masuk Sekolah (NTMS) pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 diawali dengan "Gerakan Menonton Teater Lebih Baik Daripada Menonton Sinetron". KSNT bekerjasama dan berkunjung ke beberapa SMA di kota Padang, seperti SMA Ekasakti Padang, SMA Pertiwi 1 Padang, SMA Negeri 2 Padang, SMA Adabiah 2 Padang serta SMA Negeri 3 Padang. Program NTMS kemudian bergerak ke Kabupaten Padangpariaman pada tahun 2014, dengan menyelenggarakan pelatihan dan membawa pertunjukan ke SMA Plus INS Kayutanam, SMA Negeri 1 Lubuk Alung, SMK Negeri 1 Enam Lingkung serta SMA YDB Lubuk Alung.“

Selanjutnya, pada penyelenggaraan di tahun 2015 sampai dengan 2018, KSNT konsisten membawa isu utama soal pendidikan di Indonesia dan tekanan lingkungan masalah siswa di sekolah menengah. KSNT menyadari telah terjadi pergeseran kegemaran siswa terhadap televisi yang kini digantikan oleh pesona teknologi informasi dan internet, sebab itu, “Gerakan Menonton Teater Lebih Baik daripada Sinetron” beralih kepada isu-isu yang berhubungan dengan dampak negatif penggunaan internet dan ponsel yang tidak tepat guna dengan membawa program NTMS ke beberapa sekolah yang terdapat di Kota Padangpanjang dan Kota Payakumbuh. Sampai dengan penyelenggaraan ke-8 di tahun 2018, KSNT telah membawa program NTMS ke 22 (dua puluh dua) sekolah menengah yang ada di Sumatera Barat.

Dampak dari penyelenggaraan NTMS selama delapan tahun ini, telah berhasil mendorong beberapa pihak sekolah; baik guru, pejabat sekolah, maupun siswa untuk menciptakan bengkel/sanggar seni siswa di sekolah sebagai aktifitas pendamping dari proses belajar mengajar yang ada.

Mardhiyan Novita, penggagas dan pembina sanggar sastra di SMA N 1 Pariaman dan SMA N 2 Pariaman yang juga ikut mendampingi pelaksanaan NTMS selama dua hari, mengatakan, “Program Nan Tumpah Masuk Sekolah (NTMS) patut diapresiasi, sebab teori maupun praktik terkait seni pertunjukan, khususnya teater, yang diberikan KSNT kepada adik-adik pelajar adalah ilmu mahal yang berharga. Sebab, belum tentu bisa didapatkan oleh semua pelajar di Sumbar. Kegiatan positif ini mampu memacu semangat pelajar dalam berkreasi dan berkreatifitas.” Terkait dengan pertunjukan Simulasi Bencana Pendidikan, Mardhiyan berkomentar, “Pertunjukan KSNT juga merupakan potret ‘bencana pendidikan’ yang kini melanda guru, orang tua, maupun siswa. Saya menyaksikan betapa antusias pelajar memerhatikan penampilan teater KSNT karena apa yang ditampilkan mampu mewakili keresahan yang mereka rasakan.” []

(Pernah dipublikasikan di Haluan, Minggu, 5 Mei 2019)


Silakan unduh versi pdf di sini: 

Post a Comment

0 Comments