Merakit "Catatan si Padang" oleh Rijal Tanmenan

 

Merakit "Catatan si Padang"

Oleh Rijal Tanmenan


GAGASAN dasar perluasan teks dramatik –yang menyimpan hubungan-hubungan tersirat antarfenomena— sebagai pintu masuk meramu idiom dan tematik seni pertunjukan dengan kompleksitas internalnya [laku peran, koreografi, audio, serta visual] ini, merupakan landasan utama yang menjembatani tema dan teks pertunjukan berjudul Catatan si Padang oleh sutradara Mahatma Muhammad.

Penjelajahan kesenimanan atas kerja-kerja eksplorasi terhadap capaian artistiknya, mengusulkan karya seni pertunjukan kontemporer dengan corak dan ekspresi visual yang melewati proses 'pembongkar-balikan arah' atas pengejawantahan berbagai methapor dan pendalaman realitas yang ada.

Sutradara –dengan cara khas/ unik dalam hal gaya, konsep, dan teknik seninya—, mengalihkan tujuannya dari naskah awal dengan cara merombak ulang elemen-elemen bentuk dan fungsi teks puitik yang metaforik dan multi tafsir melalui penetapan konvensi satu penafsiran ke dalam seni pertunjukannya.

Gambaran figur, ruang, waktu, warna, gerak, suara, simbol dan lain-lain, yang disusunnya diatas panggung pertunjukan tidak lagi berasosiasi dengan teks representatif, melainkan membentuk laku peristiwa dan komposisi baru di dalam ruang proscenium—yang oleh penonton/ pengamat dapat saja menjadi ajang multi tafsir.

Perincian proses perluasan teks dramatik dan konteks makna ini, mengungkap sejarah embodiement yang tidak singkat. Sebagaimana alam menggugah persepsi sampai pada bentuk merubah laku. Perihal ini telah memperkenankan suatu model penciptaan pengetahuan yang bekerja secara inovatif merakit kolase ingatan dari deretan berbagai peristiwa.

Pembacaan yang dilakukan dalam perspektif sutradara atas upaya seninya tersebut –baik melalui peng-alam-an, perenungan kreatif, maupun kinerja eksplorasi penciptaan karya seninya—, dilakukan untuk mendapatkan interpretasi baru terhadap berbagai metaphor, fenomena, makna, serta realitas yang ditransformasi ke dalam bahasa seni pertunjukan untuk keseluruhan pencapaian atas ekspektasi artistik dalam perwujudan visual pertunjukan karyanya.


Janang dan 'si Padang'

"anakku anakmu berdebat tentang Indonesia subur atau Indonesia pusaka, lagu mana yang akan dinyanyikan dan kotak suara mana yang akan dikosongkan. ragam warna jadi kelam. siapa kolam susu atau tongkat kayu dan batu?"

TAMPILNYA kesan surealistik dalam komposisi teks puitik yang metaforik pada salah satu penggalan kalimat tersebut diatas, melibatkan suatu 'perubahan mendasar'. Hampir seluruh teks dramatik berciri multi tafsir bertumpu pada kalimat dialog sosok perempuan tua 'si Padang' yang diucapkannya selaku narator.

Sebagai pencerita, 'si Padang' menyampaikan berbagai peristiwa dengan ekspresi dan dinamika emosional yang turun naik. Atas respon yang diarahkannya pada dua tokoh lelaki tua (tiga puluh tahun kemudian –secara periodik tidak ada dalam naskah). Tafsir dialog 'si Padang' itu ditujukan untuk memperlihatkan situasi miris keadaan hidup seorang prajurit yang berakhir sebagai kuli angkut pasar, sekaligus komandan yang veteran kemudian tidak diperhatikan secara layak pasca perjuangan kemerdekaan.

Kehadiran janang (tukang kaba) dalam frame panggung pertunjukan yang diperankan tokoh sentral 'si Padang' melewati proses penaklukan beban teks dramatik yang digelontorkan sebagai rekaman pengalaman hidupnya. Meliputi penyatuan ragam teks yang terdiri dari dua atau lebih objek dalam komposisi teks dramatik yang mengesankan surealistik.

Pada karya pertunjukan Catatan si Padang ini, sutradara memperlakukan unsur 'kebertolak-belakangan' sebagai suatu realitas yang hidup, yang terus tumbuh dan berkembang, yang dapat dimaknai dan diberikan pemaknaan baru, serta menjadi sumber terpenting bagi penciptaan pertunjukan karya seni.

Tafsir sutradara pada tataran konsepsi dan sumber penciptaan karya seninya ini, tidak dalam penterjemahan untuk kebutuhan penciptaan "bentuk" visual pertunjukan semata. Melainkan lebih pada tingkatan pembauran maupun penyesuaian 'imajinasi ruang fiksi-fisikal' untuk memperbaharui nilai-nilai serta upaya memproduksi makna yang berlangsung dalam hubungan timbal balik. Antara sutradara sebagai pelaku seni yang melahirkan aspek estetik, sekaligus sebagai individu yang mendalami aspek pengetahuan atas realitasnya secara intens dalam kurun pengendapan artistik dan konsepsi kerja kreatif yang panjang.

Esensi eksplorasinya ini berupaya menempatkan pemahaman bahwa unsur, pola, ciri, serta model 'pembongkar-balikan arah' itu justru memantik impuls kreatif yang tidak kaku, dan berakar pada tema tradisi lokal (Minang: Janang) dengan kebaruan dalam hal gaya dan teknik seninya.



Kolase Ingatan

MENILISIK kata per kata untuk kemudian sampai pada penentuan karakter penokohan, gambaran dimensi ruang dan waktu, warna, cahaya, serta olahan medium objek dan benda yang tidak hanya sekadar mentransformasikan ke bentuk geometris vertikal dan horizontal untuk goal estetiknya; turut dilakukan sutradara dalam kerja eksplorasi dan penafsirannya atas upaya perluasan teks dramatik dan konteks makna karya pertunjukannya.

Kehadiran tokoh imajiner seorang gadis kecil –selaku wisatawan lokal, yang semula tidak ada sama sekali dalam naskah awal—, menjadi figur transisi kunci yang menjembatani elemen fiksi ke dalam ruang fisik. Peran sosok gadis kecil sebagai penyaksi dan penerima cerita dari 'si Padang' merekatkan alur dramatik pertunjukan secara keseluruhan. Gadis kecil itu turut mengemban dialog dengan bobot teks puitik yang sama berat ditaklukkan oleh narator. Kalimatnya ikut merakit kolase ingatan dari deretan peristiwa minor maupun mayor.

Ditengah pertunjukan, kemunculan sekumpulan tokoh antar lintas masa dari lorong waktu (periodik peristiwa) yang tidak sezaman dengan kurun yang berbeda. Gaya dan penyampaian dialog yang tidak saling berinteraksi secara tatap wajah langsung, namun teks demi teks saling menghubungkan antarfenomena alur cerita.

Pada karya pertunjukan Catatan si Padang ini, sutradara menggunakan dan menampilkan 'pembongkar-balikan arah' sebagai suatu yang hidup dan berkembang –baik dalam peristiwa yang berlaku rutin di lingkungan sekitar maupun pada 'laku pemikiran' suatu masyarakat—, sebagai titik tolak penjelajahan / eksplorasi seninya.

Sumber penciptaan gerak koreografinya berangkat dari tema yang berakar pada tradisi lokal seperti Silek Pauh, Balanse Madam, gestur khas tarian India dan atraksi Barongsai, serta ragam olah bebunyian dengan kebaruan dalam hal gaya dan teknik seninya. Eksplorasi ini mendefinisi pemahaman bahwa pergeseran persepsi dapat memberikan impuls kreatif yang menumbuhkan perkembangan, mencetus daya kreasi, mencipta corak dan makna, serta menggerakkan dinamika.

Pembacaan dan penjelajahan kesenimanan secara terperinci tersebut, berdampak langsung pada laku peran dan konsep visual penciptaan karya seni pertunjukannya. Sekaligus secara implementasi kultural yang tidak hanya merayakan keberlimpahan kekayaan tradisi lokalnya sebagai sesuatu yang diapresiasi, melainkan juga sebagai objek untuk mengkritisi dan refleksi.

Kesadaran representatif dari kreator tersebut atas pembacaan seni pertunjukan hari ini yang telah melebur dan mengaburkan batas-batas genre, yang telah melampaui batasan dan kategori dalam keseni-pertunjukan konvensional serta konsepsi perwujudan karya seni pertunjukan; adalah dengan mencapai sebuah ekspektasi bentuk seni pertunjukan kontemporer yang terbuka bagi berbagai kemungkinan, sehingga turut mewarnai perkembangan seni pertunjukan Indonesia saat ini.



Merekam Ikon Realitas

APA yang terdapat pada ruang panggung adalah sebuah realitas yang tentu saja dalam hal ini dapat ditanggapi oleh penonton dengan multi tafsir. Guratan kayu berbalut goni, tumpukan karung rempah, pedati, gerobak, mercu suar, jendela, telong-telong (lampion), ranting pohon, dedaunan kering, serta tulisan kanji, jam, kelender, matahari terbit, kapal dan ombak yang turut mengisi materi visual (motion grafis), bukanlah bentuk-bentuk yang dimaksudkan sebagai realitas yang utuh berdiri sendiri, melainkan kumpulan yang muncul secara sadar dari gerak hati yang menyerupai dan merekamkan ikon-ikon realitas.

Bagi sutradara, sebuah ruang adalah wilayah lamunan yang menyediakan pintu masuk bagi berbagai kemungkinan tempat objek-objek visual dan benda yang disatukan secara tidak terduga. Hal ini berasosiasi dengan sebuah panggung yang akhirnya penuh dengan objek-objek benda dan visual, semacam kolase ingatan demi ingatan yang diwakili kumpulan ikonisitas itu. Mengarahkan kita pada ingatan-ingatan terhadap objek asosiatif yang disusun dengan peristiwa dramatik maupun memindahkan bentuk nyata.

Secara teknis sepenuhnya menyatukan berbagai hal berbeda dari sebuah ruang imajinasi fiksi ke dalam fisik panggung pertunjukan kemudian diperluas bukan hanya menempelkan atau merekatkan kolase ingatan tetapi juga merakit dan merombak ulang (pembongkar-balikan arah), kemudian mulai meruncing dan hadir pada ruang panggungnya.



Menggeser Persepsi dan Estimasi

INTEGRITAS artistik yang usali (authentic) pada kedalaman karya seni pertunjukan Catatan si Padang yang meliputi peleburan fiksi-fisikal atas kontribusi perluasan teks dramatik dan konteks makna ini, merupakan hal yang sangat menarik untuk dimaknai dan dijelajah-dalami kembali secara lebih saksama sekaligus pencapaian sebuah ekspektasi karya seni.

Mengalihkan rincian laku peran dan ekspresi visual serta membongkar konteks makna awal menjadi bentuk lain dengan proses 'memindah-letakkan (pembongkar-balikan arah)' secara eksplorasi dan interpretasi; menimbulkan kualitas visual dan pertunjukan yang terbedakan antara estimasi yang ditetapkan rancangannya dengan yang 'kacau balau' (yang tidak terukur). Sehingga melibatkan suatu perubahan bentuk yang memiliki ragam hasil, makna, warna, serta corak yang bervariasi.

'Pembongkar-balikan arah' memberikan warna dan bentuk baru pada dramatik dan visual pertunjukan, karena nuansa yang dicari dalam membentuk sebuah visual pertunjukan mampu mencipta konteks makna serta efek dan ekspresi visual yang 'mendalam'.

Metafor kunci dalam representasi dramatik dan visual pertunjukan karya seni sutradara ini, lebih tertuju pada eksplorasi merajut idiom serta upaya memproduksi makna atas suatu fenomena. Pergeseran persepsi dan pengalihan konteks makna serta sikap pemerlakuannya dalam memahami suatu peristiwa yang mencakup proses 'perubahan mendasar' sambil memperkenankan konsepsi 'pembongkar-balikan arah' serta memelihara pola tertentu dengan mengubah dan mengganti tiap-tiap idiom.

Sikap kreatifnya atas pemaknaan fenomena perang yang terjadi ditengah era kolonial Belanda dengan mengalihkan idiom perperangan yang secara harfiah adalah kekerasan atas penjajahan, kemudian diubah-bentuk ke dalam laku dramatiknya berwujud pertentangan psikologis (konflik batin) dan pemikiran antara tokoh laki-laki dan perempuan ditengah koreografi yang tidak menggambarkan situasi perang secara verbal. Suatu pertikaian antara laki-laki yang begitu ideologik dengan perempuan yang cenderung estetik.

Dengan sadar –untuk menjembatani cerita yang tidak ada di naskah—, penempatan dialog yang telah memprediksi masa tua dua tokoh lelaki (tiga puluh tahun kemudian) diletakkan pada alur yang berkebalikan. Sebuah momentum solilokui terjadi antara dialog dua tokoh lelaki tua itu.

"Jika perang ini berakhir, kau akan tetap jadi tentara?", tanya Komandan. "Mungkin saja. Yang pasti, aku ingin melanjutkan pendidikanku yang terputus.", jawab Prajurit.

Logika dialog tersebut semestinya berada pada dua tokoh lelaki muda dari waktu yang lampau (silam) dan secara tajam 'bertolak-belakang' (opposite) dengan realitas pada dua tokoh laki-laki tua (komandan dan prajurit) itu, merentang-urai ciri dualis yang saling berbenturan satu sama lain.

Antara dialog realis dibentrokkan dengan dialog surealis; pada laku peran tokoh di peristiwa kini dengan peristiwa lampau, yang mana diakomodir dengan idiom lain yaitu laku dramatik yang komikal. Suatu cara penyesuaian atas dasar perimbangan. Saling tertawa dimaknainya sebagai 'tanda' atau simbol kehidupan yang tidak kaku. Sutradara menyebut ini dengan istilah 'berteater dalam teater'. Sikap lentur ini menyebabkannya terhindar dari sebuah konvensi pertunjukan historis.

Ia melihat secara lebih mendalam dan serius karena berkaitan dengan penjelasan dibalik sebuah data atau informasi yang ada. Pengetahuannya berperan penting untuk memahami keterkaitan antar unsur maupun idiom sehingga membentuk pola tertentu. Relasi antar idiom ini menjadi sangat penting karena melibatkan 'tanda' perubahan mendasar yang kembali 'membangkitkan'.

Pemahaman individu ini melihat data tidak berdiri sendiri, namun merupakan satu kesatuan yang mengagumkan. Interpretasi personalnya melalui perincian proses perluasan teks dramatik –yang menyimpan hubungan-hubungan tersirat antarfenomena— lewat pengejawantahan metaphor, fenomena, sertasuatu realitas yang ada tersebut; bermaksud mengajak audiens masuk ke dalam dimensi ini, yang terbuka bagi berbagai kemungkinan pemaknaan dan penterjemahan terhadap tematik visual pertunjukan karya seninya.



Pertautan Ragam Usia

DINAMIKA tegangan-tegangan emosional pun tidak terelakan sepanjang proses kreatif karya seni pertunjukan Catatan si Padang. Kurun berlangsungnya aktifitas selama tidak kurang dari tiga bulan sebelum pemanggungan. Kegiatan besar yang melibatkan lebih dari tujuhpuluh orang antar lintas personal kreator dari ragam bidang, para penata dan pemain dari berbagai latar komunitas, serta sejumlah pihak yang semuanya berhimpun untuk perwujudan karya seni.

Kerja kolektif yang mempertautkan ragam usia ini mencatat sumbangsih penuh bagi tercurahnya waktu, tenaga, pikiran, serta upaya seni mereka yang bukan dengan alasan sederhana bagi resepsi karya yang merajut kesatuan tema keseni-pertunjukan dengan tema besar bersejarah ‘Jalur Rempah’ ini.

Melalui penggalian peristiwa-peristiwa yang berkaitan erat dengan jalur dagang tersebut, dampaknya turut berkontribusi pada akulturasi budaya. Merentang bentangan peristiwa dagang, peristiwa perebutan bangsa asing terhadap rempah-rempah Nusantara, peninggalan-peninggalan cagar budaya, masakan, kesenian, dan lain-lain.

Catatan si Padang yang memuat arti dalam dirinya sendiri bahwa perluasan teks dramatik dan konteks makna sebagai pijakan dasar kreatifitas penyutradaraan terhadap perwujudan nilai-nilai artistik –baik secara perincian visual maupun konseptual, secara eksplorasi ataupun interpretasi— ini, mengurai proses panjang atas penyesuaian dan peleburan konsepsi 'pembongkar-balikan arah' tersebut. Sehingga mencetus kesadaran reflektif, pemikiran konseptual, serta bahasa pertunjukan.

Tidak pula berlebihan jika mau mengatakan bahwa pertunjukan ini bukanlah sekadar kejumawaan kata dan istilah semata, karena peristiwa seni pertunjukan ini merupakan sebuah effort seni (pendalaman realitas dan eksplorasi) atas penjelajahan artistik personal sutradaranya dalam perincian unsur-unsur dramatik dan visual kekaryaan sertak onten keseni-pertunjukan pada rentetan sajian repertoar karya seninya. []

Padang, 18 Oktober 2021

Rijal Tanmenan

Etnomusikologi | Pemberdaya Seni

Post a Comment

0 Comments